Indonesia adalah bangsa besar yang tidak hanya terdiri dari pulau-pulau, penduduk pun tak kalah besar. Disamping itu, juga didukung oleh budaya, suku, agama yang beraneka ragam. Ini menjadi bukti besarnya bangsa ini. Disamping besar, Indonesia juga kaya raya. Dunia menyebutnya dengan Negeri Zamrud Khatulistiwa. Berbagai barang tambang dan kekayaan lainnya dari dulu telah menjanjikan bangsa kita, Indonesia, untuk menjadi negeri yang makmur, aman dan sentosa. Kemakmuran bangsa ini berabad-abad sebelumnya telah dibuktikan oleh para raja-raja besar dahulu kalanya. Baik kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Majapahit, dan kerajaan-kerajaan kecil lainnya yang tersebar diseluruh kepulauan nusantara.
Katakanlah, kerajaan Sriwijaya. Kegemilangan, prestasi kerajaan ini mengantarkan nusantara sempat menguasai Asia Tenggara dan sekitarnya. Rakyat pribumi makmur, hingga rakyat daerah yang diintegrasikan pun ikut termakmurkan.
Kerajaan demi kerajaan berkuasa silih berganti. Kemakmuran rakyat tetap terjaga hingga datanglah para penjajah, bangsa tak berkeprimanusiaan dari barat sana. Salah satunya Belanda dengan VOC-nya. Mereka menjarah kekayaan Indonesia 3,5 abad lamanya, dan ditambah pula oleh Jepang 3,5 tahun lamanya. Dan, sekarang bagaimana? Katanya, sekarang kita sudah merdeka. Apakah benar kita sudah merdeka? Oke, jawablah dengan hati nurani dengan melihat paada realita yang ada.
Kembali kita ke persoalan utaama yaitu nasionalisme. Dari awal saya sudah membangun sebuah prolog untuk anda, dan sekarang saya lanjutkan.
Setelah berabad-abad dijarah oleh bangsa kolonial, kita masih bisa menikmati sisa-sisanya yang notabene masih menjanjikan kita untuk meraih impian hidup makmur, damai dan sejahtera. Impian ini sebenarnya adalah impian mereka-mereka yang mengorbankan darah, jiwa, raga, harta dan nyawa mereka untuk kita. Darah mereka mengalir deras dimana-mana, pekikan maut dan tangis mereka pecah dimana-mana,dan bangkai mereka rapuh tak tahu dimana. Merekalah yanag meninggalkan impian untuk kita. Mereka adalah para pahlawan bangsa ini.
Impian merekalah, para pahlawan kita, membuat cita-cita kita masih ada. Harapan itu masih ada. Maka sudah selayaknya kita katakan, pahami dan wujudkan, pepatah berikut
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawannya.”
Adalah tugas kita semua sebagai pewaris negeri ini untuk menyambung amanat dan cita-cita para leluhur kita. Namum ada hal penting yang tidak selayaknya kita lupakan yaitu menghargai jasa para pahlawan kita.
Dewaasa ini, bila kita cermati di sekolah-sekolah, kampus-kampus, lembaga pemerintahan ataupun instansi lainnya, penghayatan dan penghormatan kepada para pahlawan bangsa semakin memudar. Fakta sederhana yaitu dikala pengibaran sang saka merah putih. Kita tahu, moment pengibaran bendera merah putih hanya beberapa kali saja dilaksanakan pada tataran kampus, lembaga pemerintahan atau instansi lainnya di negeri ini. Pada sekolah dasar dan sekolah menengah masih dilaksanakan pada setiap hari senin. Yang menjadi pokok permasalahannya adalah pengibaran sang saka merah putih hanya sebatas ceremonial. Seolah-olah tidak ada penghayatan. Tidak ada ruh, semangat yang mengaliri para generasi bangsa ini untuk melanjutkan cita-cita para pahlawan bangsa ini.
Bila kita ingin iseng-iseng survei. Akan terbukti dengan sendiri, sangat besar prosentase para siswa bahkan mahasiswa tidak mengenal dasar negaranya sendiri, tidak tahu butir-butir pancasila, apalagi hafal UUD’45. Tanyakan juga tentang para pahlawan bangsa ini dan daerah asalnya. Pasti susah. Bedebah!!
Hal-hal diatas, saya rasa bukanlah masalah sepele. Tapi, butuh penggemblengan dari berbagai unsur terkait baik sistem pendidikan, para dosen, para guru, para pejabat, dan masyarakat bangsa ini.
Satu efek saja bisa kita cermati langsung. Lihat, betapa tidak sedikitnya mahasiswa yang memilih jurusan tertentu tanpa di dasari alasan nasionalisme. Maaf, hanya mengikuti trend, dan pasar!
”Mengapa anda memilih jurusan A?”
Mereka menjawab,”Karena banyak dibutuhkan oleh perusahaan asing.”
Mereka menjawab,”Karena gajinya besar.”
Mereka menjawab,”Karena lagi trend-nya, dan teman-teman gue pada mengincar jurusan itu..”
Tapi, amat jarang sekali kita dengar,”Saya pilih jurusan ini karena saya ingin membangun negeri saya. Di negeri saya banyak emas, yang suatu saat saya adalah Presiden Direktur perusahaan emas itu. Di negeri saya banyak Minyak, Batu bara, Gas, Bauksit, mangan, dan lain-lain. Di negeri saya tanahnya subur, maka harus diberdayakan. Agar suatu saat nanti masyarakat Indonesia tidak akan pernah lagi membeli beras ke negara lain. Di negeri saya, lautnya luas dan kaya raya, maka harus diberdayakan untuk kepentingan bangsa ini. Masyarakat indonesia harus makmur pada tahun-tahun yang akan datang. Dan lain-lain!”
Pernahkah kita mendengar para mahasiswa menerangkan alasannnya seperti diatas, ketika ditanya mengapa ia memilih jurusan A atau B? Ini secuil bukti, sekaratnya nasionalisme di kampus-kampus. Sahabat, silahkan kalian temukan bukti-bukti lainnya. (oleh Ali Margosim)
http://mahasiswait.students-blog.undip.ac.id/2009/07/10/nasionalisme-di-kampus-kampus/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar